Kumpulan Makalah, Artikel, Musik, Tutorial, Ilmu Pendidikan, Hukum, Kewarganegaraan dan sebagainya.

Saturday, 17 December 2016

HUKUM TENTANG PERIKATAN DAN PERJANJIAN

HUKUM TENTANG PERIKATAN DAN PERJANJIAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perikatan dan perjanjian.
Dalam pembahasan ini, pemakalah berusaha memjelaskan tentang perikatan dan perjanjian melalui makalah sederhana ini tentang Pokok-pokok Hukum Perikatan yang dalam KUHPerdata sendiri diatur di buku III.

1.2  RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian hukum perikatan?
  2. Apa dasar hukum perikatan?
  3.  Apa asas hukum perikatan?
  4.  Apa saja macam-macam perikatan?
  5. Bagaimana hapusnya perikatan?
  6.  Apa pengertian hukum perjanjian?
  7. Apa saja macam-macam perjanjian?
  8.  Apa pengertian standar kontrak dan pengertian prestasi dan weprestasi dalam kontrak?
  9.  Bagaimana proses pelaksanaan dan pembatalan perjanjian?

1.3  TUJUAN
  1. Mengetahui pengertian perikatan.
  2.  Mengetahui dasar hukum perikatan.
  3. Mngetahui asas hukum perikatan.
  4. Mengetahui macam-macam perikatan.
  5. Mengetahui hapusnya perikatan.
  6. Mengetahui pengertian perjanjian.
  7. Mengetahui macam-macam perjanjian.
  8. Mengetahui pengertian standar kontrak dan pengertian prestasi dan weprestasi.
  9. Mengetahui proses pelaksanaan dan pembatalan perjanjian.
  
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum Perikatan
2.1.1 Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah pristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli, hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, kematian, dapat berupa keadaan, misalnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Pristiwa hukum itu menciptakan hubungan hukum.
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum. Akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law). Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
2.1.2 Dasar Hukum Perikatan
            Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (Onrechtmatigedaad) dan perwakilan sukarela (Zaakwaarneming).
Menurut pasal 1233 BW ada dua macam sumber hukum perikatan, yakni perjanjian (pasal 1313 s.d 1351 BW) dan undang-undang ( pasal 1352 s.d 1380 BW).
Macam-macam sumber hukum:
1. Perjanjian ;
2. Undang- Undang, Yang Dapat Dibedakan Dalam Bentuk: Undang- Undang Semata- Mata dan Undang- Undang Karena Perbuatan Manusia Yang Halal Melawan Hukum
3. Jurisprudensi
4. Hukum Tertulis Dan Tidak Tertulis
5. Ilmu Pengetahuan Hukum

2.1.3 Asas Hukum Perikatan
1. Asas Konsensualisme
Asas konsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt. Pasal 1320 KUHPdt. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (3) suatu hal tertentu (4) suatu sebab yang halal. Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak.
 2. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. Para pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihak.
3.      Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya” Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk Membuat atau tidak membuat perjanjian, Mengadakan perjanjian dengan siapapun, Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
1. Asas kepercayaan
2. Asas persamaan hukum
3. Asas keseimbangan
4. Asas kepastian hukum
5. Asas moral
6. Asas kepatutan
7. Asas kebiasaan
8.Asasperlindungan

2.1.4        Macam-Macam Perikatan
1.      perikatan sipil (civiele verbintenissen) yaitu, perikatan yang apabila tidak dipenuhi dapat dilakakukan gugatan misalnya jual-beli, pinjam-meminjam, sewa-menyewa dan sebagainya.
2.      Perikatan wajar ( natuurlijke verbintenissen) yaitu, perikatan yang tidak mempunyai hak tagihan tetapi kalau sudah dibayar atau dipenuhi tidak dapat diminta kembali. Misalnya misalnya utang karena taruhan perjudian, persetujuan diwaktu pailit, dan sebagainya.
3.      Perikatan yang dapat dibagi, yaitu perikatan yang menurut sifat dan maksudnya dapat dibagi-bagi dalammemenuhi prestasinya. Misalnya perjanjian membangun rumah, jembantan dan sebagainya.
4.      Perikatan yang tak dapat dibagi, yaitu perikatan yang menurut sifat dan maksudnya tak dapat dibagi-bagi dalam melaksanakan prestasinya. Misalnya perjanjian menyanyi.
5.      Perikatan pokok ialah perikatan yang dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada perikatan-perikatan lainnya misalnya jual-beli, sewa-menyewa.
6.      Perikatan tambahan yaitu, perikatan tambahan dari perikatan pokok dan tak dapat berdiri sendiri. Misalnya perjanjian gadai, hak tanggungan yang merupakan tambahan perjanjian utang-piutang.
7.      Perikatan spesifik yaitu, perikatan yang secara khusus ditetapkan macam prestasinya.
8.      Perikatan generic yaitu, perikatan yang hanya ditentukan menurut jenisnya.
9.      Perikatan sederhana yaitu, perikatan yang hanya ada satu prestasi yang harus dipenuhi oleh debitur.
10.  Perikatan jamak yaitu, perikatan yang pemenuhannya oleh debitur lebih dari satu macam prestasi harus dipenuhi maka disebut bersusun, tapi jika hanya salah satu saja diantaranya yng harus dipenuhi itu maka disebut perikatan boleh pilih. Perikatan fakultatif ialah perikatan yang telah ditentukan prestasinya akan tetapi jika karena suatu sebab tidak dapat dipenuhi maka debitur berhak member prestasi yang lain.
11.  Perikatan murni ialah perikatan yang prestasinya seketika itu juga dipenuhi.
12.  Perikatan bersyarat ialah perikatan yang pemenuhannya oleh debitur digantungkan kepada suatu syarat yaitu keadaan-keadaan yang akan datang atau yang pasti terjadi jika perikatannya itu pemenuhannya masih digantungkan pada waktu tertentu maka disebut perikatan dengan penentuan waktu.

2.1.5        Bagaimana Hapusnya Perikatan
Menurut Ketentuan pasal 1381 KUH Perdata, ada sepuluh cara hapusnya perikatan. Kespeluh cara tersebut diuraikan satu demi satu berikut ini :
1.      Pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam hal objek perikatan adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perikatan baru berakhir setelah pembayaran uang dan penyerahan benda.
2.      Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan
Jika debitor telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaries, kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor itu kemudian debitor menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ).
3.      Pembaruan Utang ( Novasi )
Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama dengan utang baru, debitor lama dengan debitor baru. Dalam hal utang lama diganti dengan utang baru, terjadilah penggantian objek perikatan, yang disebut “ Novasi Objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya (subyeknya), maka jika debitornya yang diganti, pembaruan ini disebut “Novasi Subjektif Pasif” jika kreditornya yang diganti, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.
4.      Perjumpaan Utang (kompensasi)
Dikatakan ada penjumpaan utang apabila utang piutang debitor dan kreditor secara timbal balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu utang piutang lama lenyap.
5.      Pencampuran Utang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang itu terjadi apabila kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu tangan. Pencampuran utang tersebut terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang piutang menjadi lenyap.
6.      Pembebasan Utang
Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap atau hapus.
7.      Musnahnya benda yang terutang
Menurut ketentuan pasal 1444 KUH Perdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi diperdangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitor, dan sebelum dia lalai , menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan; perikatan menjadi hapus (lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya, kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk mengganti harganya.
Meskipun debitor lalai menyerahkna benda itu dia juga akan bebas dari perikatan itu apabila dapat membuktikan bahwa musnah atau hilangnya benda itu disebabkan oleh suatu keadaan di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa yang sama measkipun sudah berada di tangn kreditor.
8.      Karena pembatalan
Menurut ketentuan pasala 1320 KUH Perdata, apabila suatu perikatan tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak belum dewasa atau tidak wenang melakukan perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar, voidable).
9.      Berlaku Syarat Batal
Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan isis perikatan yang disetujui oleh kedua pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal (nietig, void) sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut “syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu dibuat. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perkatan.
10.  Lampau Waktu (Daluarsa)
Menurut ketentuan pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah alat untuk memperolah sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang.

2.2. Perjanjian
2.2.1 Pengertian Perjanjian
            Perjanjian adalah suatu persetujuan antara seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih (pasal 1313 BW).
Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian
harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW
yaitu :
1.       Kesepakat
mereka yang mengikatkan dirinya Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut dapat diajukan pembatalan.
2.      cakap untuk membuat perikatan;
Para pihak mampu membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian.
3.      Suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang- barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
4.      Suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Kesepakatan dan kecakapan meruapakan syarat subjektif yang apabila salah satunya tidak dipenuhi dalam suatu perjanjian maka perjanjian dapat dibatalkan. Selain itu adanya hal tertentu atau sebab yang halal sebagai syarat objektif apabila tidak ada dalam suatu perjanjian, maka perjanjian batal demi hukum, artinya dianggap tidak pernah ada perjanjian.

2.2.2 Macam-Macam Perjanjian
            Perjanjian merupakan salah satu sumber pokok yang lebih banyak diatur dalam BW dibandingkan dengan perikatan yang lahir karena undang-undang. Jenis perjanjian tertenu (perjanjian khusus) yang diatur dalam buku III BW yaitu sebagai berikut:
1.      Perjanjian jual beli
Jual beli adalah suatu persetujuan antara dua pihak, dimana pihak yang satu berjanji akan menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain akan membayar harga yang telah disetujuinya. Syrarat-syarat jual beli ialah:
a.       Harus ada mata uang dan barang.
b.      Barang yang dijual adalah milik sendiri
c.       Jual-beli itu bukan antara suami-istri yang masih dalam perkawinan.
2.      Perjanjian tukar-menukar ( pasal 1541 BW)
Sama dengan perjanjian jual-beli tetapi bedanya pada tukar-menukar kedua belah pihak wajib saling untuk menyerahkan barang sedangkan pada jual beli pihak yang satu wajib menyerahkan barang dan pihak yang lain menyerahkan uang.
3.      Perjanjian sewa-menyewa ( pasal 1548 BW)
Ialah suatu perjanjian dimana pihak pertama memberi izin dalam waktu tertentu kepada pihak lain untuk menggunakan barangnya dengan kewajiban dari si penyewa untuk membayar sejumlah uang sewanya.
4.      Perjanjian kerja atau perburuhan (pasal 1601 BW)
Adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama akan memberikan tenaganya untuk melakukan sesuatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah yang telah ditentukan.  
5.      Perserikatan atau perseroan perdata ( pasal 1618 BW)
Adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang mengikatkan dirinya masing-masing untuk mengumpulkan sesuatu dengan maksud embagi keuntungan yang diperoleh daripadanya.
6.      Perjanjian penitipan barang ( pasal 1694 BW)
Adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama menyerahkan suatu barang untuk dititipkan dan pihak lain berkewajiban menyimpan barang tersebut dan mengembalikan pada waktunya dalam keadaan semula.
7.      Pinjam pakai ( pasal 1740 BW)
Ialah perjanjian dimana pihak pertama memberikan sesuatu benda untuk dipakai sedangkan pihak lain berkewajiban mengembalikan barang tersebut tepat pada waktunya dengan keadaan semula.
8.      Pinjam pakai sampai habis ( pasal 1754 BW)
Adalah suatu perjanjian dimana pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang habis dipakai kepada pihak lain dengan ketentuan pihak terakhir ini akan mengembalikannya sebanyak jumlah yang sama jenisnya dengan barang-barang yang telah dipinjam.
9.      Perjanjian untung-untungan ( pasal 1774-1791 BW)
Adalah suatu perjanjian yang hasilnya adalah mengenai untung rugi baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak tergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu terjadi.
10.  Pemberian kuasa ( pasal 1792 BW)
Perjanjian dimana seorang memberikan sesuatu guna kepentingan dan atas nama si pemberi kuasa. Pemberian kuasa dibedakan atas dua yaitu, perwakilan langsung dan perwakilan tidak langsung.
11.  Pertanggungan orang ( pasal 1820 BW)
Suatu perjanjian dimana sesorang wajib memenuhi perikatan seorang debitur kepada kreditornya apabila debitur tadi tidak memenuhi kewajibanya.
12.  Perdamaian perkara (pasal 1851 BW)
Suatu perjanjian dimana pihak-pihak akan menyelesaikan secara damai perkara-perkara tentang penyerahan, janji, atau pengembalian sesuatu barang yang menjadi persengketaan.

2.2.3 Pengertian Standar Kontrak Dan Pengertian Prestasi Dan Weprestasi Dalam Kontrak
A. Pengertian kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
1.      Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.      Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan. Suatu kontrak harus berisi:
1.      Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
2.      Subjek dan jangka waktu kontrak
3.      Lingkup kontrak
4.      Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.      Kewajiban dan tanggung jawab
6.      Pembatalan kontrak
B. Pengertian Prestasi Dan Weprestasi Dalam Kontrak
Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Model-model dari prestasi (Pasal 1234 KUH Perdata), yaitu berupa memberikan sesuatu, tidak memberikan sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
Pengertian wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena Kesengajaan, Kelalaian, Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian). Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-alasan force majeure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuk sementara atau selama-lamanya).



2.2.4 Proses Pembatalan Perjanjian.
            Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.       Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.      Terlibat hukum
5.      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang dan perbuatan manusia. Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitor. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPdt dinyatakan bahwa harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya terhadap kreditor. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasan Keadaan memaksa (force majeure) adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitor karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa ebitor tidak dapat disalahkan karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan debitor. Ganti kerugian hanya berupa uang bukan barang, kecuali jika diperjanjikan lain. Untuk melindungi debitor dari tuntutan sewenang-wenang dari pihak kreditor, Undang-Undang memberikan pembatasan terhadap ganti kerugian yang wajib dibayar oleh debitor sebagai akibat dari kelalainnya (wanprestasi) Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi peristiwa (Pasal 1253 KUHP dt). Menurut Ketentuan pasal 1381 KUH Perdata, ada sepuluh cara hapusnya perikatan. Yaitu : pembayaran, penawaran, pembayaran tunai diikuti penitipan, pembayaran utang, perjumpaan utang, pencampuran utang, pembebasan utang, musnahnya benda yang terutang, karena pembatalan, berlaku syarat batal dan lampau batas.
3.2 Saran

            Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca agar kita dapat mengetahui makna dari hukum perikatan dan perjanjian juga bagi penulis makalah selanjutnyan dengan judul yang sama semoga menjadi lebih baik.

Share:

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Seacrh By Labels

Contact Form

Name

Email *

Message *