Kumpulan Makalah, Artikel, Musik, Tutorial, Ilmu Pendidikan, Hukum, Kewarganegaraan dan sebagainya.

Tuesday, 20 December 2016

Apa peran sekolah dalam perkembangan peserta didik | MAKALAH

Apa peran sekolah dalam perkembangan peserta didik

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Peran sekolah dalam perkembangan peserta didik
Menurut piaget, Teori belajar berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran siswa melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru. Pengetahuan tidak diperoleh pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkanperkembangan kognitif siswa tergantung pada seberapa jauh mereka aktif  memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ada 3 hukum  atau dalil pokok piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau disebut tahap perkembangan mental, yaitu :
-            Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama.
-            Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
-            Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

1.        Peran seorang guru dalam perkembangan peserta didik
Berkembang atau tidaknya peserta didik dalam pendidikan itu adalah tugas seorang guru, bagaimana cara guru memperhatikan atau lebih tepatnya membimbing peserta didik dan mengetahui sampai mana perkembangan peserta didik tersebut.
Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi siswa. Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur yang lain, lebih-lebih dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim. Guru memiliki perana yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa.
Begitu pentinya peranan guru dalam keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya sebab guru pada saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
-            Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motifasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
-            Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
-            Membantu perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyusuaian diri, demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa muntuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan. (Slameto, 2002)
Peran seorang guru sangat penting dalam upaya perkembangan peserta didik, maka dari itu akan dijelaskan beberapa peran penting seorang guru dalam upaya perkembangan peserta didik hal-hal apa saja yang harus diketahui oleh seorang guru dalam upaya mengembangkan peserta didik, peran guru dalam proses belajar mengajarupaya mengembangkan perkembangan peserta didik, kriteria guru dalam mengoptimalkan perkembangan peserta didik, komponen kinerja profesional gurudalam perkembangan peserta didik.
A.      Hal-hal yang perlu diketahui oleh guru dalam upaya perkembangan peserta didik
Dalam perkembangan peserta didik, merumuskan apa-apa yang perlu diketahui oleh guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Beberapa guru yang handal, sangatlah kharismatik, sementara ada juga guru handal yang menyebalkan, ada banyak guru yang efektif yang bersifat emosional, namun banyak pula yang sabar. Banyak guru efektif yang bersifat keras, namun banyak pula yang bersifat lembut terhadap siswa. Jadi, para profesional dapat memiliki sifat yang beragam meskipun mereka semua dianggap sebagai profesional yang handal. Ada hal-hal yang berlaku umum yang harus dimiliki guru yang diyakini dapat mempercepat proses belajar  mengajar dalam perkembangan peserta didik.
Guru yang efektif, harus memiliki tiga jenis pengetahuan agar mereka dapat mengajar para siswanya dengan baik dan mengetahui perkembangan peserta didiknya. Ketiga jenis pengetahuan tersebut adalah  :
-            Pengetahuan tentang pembelajar dan bagaimana mereka belajar dan berkembang dalam konteks sosial.
-            Pemahaman tentang mata pelajaran yang diajarkan dan keterampilan yang berkaitan dengan tujuan sosial pendidikan.
-            Pemahaman tentang pengajaran yang berkaitan dengan materi ajar dan siswa yang diajar, sebagaimana yang diindikasikan dari hasil penilaian dan yang didukung oleh suasana kelas yang produktif.
Sebagai orang yang profesional, para guru memiliki komitmen untuk belajar apa yang mereka perlu ketahui agar para siswa yang diajarkannya berhasil. Visi seorang guru yang profesional harus menciptakan sinergi antara pengajaran dengan pembelajaran siswa dan mensyaratkan agar guru dapat menunjukan hasil pembelajaran siswa. Visi guru yang profesional juga mengharuskan guru benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan mendidik siswa di alam demokrasi, sehingga, sebagai warga negara mereka dapat berpartisipasi penuh dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi.

B.       Peran guru dalam proses belajar mengajar upaya mengembangkan perkembangan peserta didik
1)        Guru dalam proses belajar mengajar
“Guru yang bermutu memungkinkan siswanya untuk tidak hanya dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, tetapi juga mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting untuk belajar selama hidup mereka.” (Elaine B. Johnson)
Mengajar sifatnya sangat kompleks, karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktris secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, guru harus mendampingi para siswanya menuju kesuksesan belajar atau kedewasaan. Aspek Psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa para siswa yang belajar pada umumnya, memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga menuntut materi, metode, dan pendekatan yang berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya. Demikian pula halnya dengan kondisi para siswa, kompetensi, dan tujuan yang harus mereka capai juga berbeda. Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu mengandung variasi. Cara penangkapan siswa terhadap materi pembelajaran tidak sama. Cara belajar juga beragam.
Menurut Imam Al-Ghazali, kewajiban yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik adalah sebagai berikut :
-            Harus menaruh kasih sayang terhadap anak didik, dan memperlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.
-            Tidak mengharapkan balas jasa atau ucapan terima kasih. Melaksanakan tugas mengajar bermaksud untuk mencari keridhoan dan mendekatkan diri pada Tuhan.
-            Memberikan nasihat pada anak didik pada setiap kesempatan.
-            Mencegah anak didik dari suatu akhlak yang tidak baik.
-            Berbicara pada anak didik sesuai dengan bahasa dan kemampuan mereka.

Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru agar mencapai hasil maksimal.
a)        Membuat perencanaan pembelajaran
Adanya perencanaan, membuat guru memiliki kerangka dasar dan orientasi yang lebih konkrit dalam pencapaian tujuan. Perencanaan pembelajaran mencakup:
-          Tujuan yang hendak dicapai.
-          Bahan pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan.
-          Bagaimana proses pembelajaran yang akan diciptakan untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien.
-          Bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui atau mengukur tujuan tercapai atau tidak.
b)        Melaksanakan pembelajaran dengan baik
Pelaksaan pembelajaranseharusnya mengacu kepada perencanaan, namun demikian, seringkali perencanaan tidak dapat dilaksanakan scara maksimal. Guru yang baik, akan selalu melaksanakan evaluasi mengenai bagaimana proses pemblajaran yang telah dilakukan ; apakah sudah baik ataukah masih banyak kekurangan.  Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran akan semakin bermutu.
c)        Memberikan feedback (umpan balik)
Adanya umpan balik berfungsi sebagai sarana untuk membantu memelihara minat dan antusiasme siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan melalui evaluasi. Bagi guru, bentuk umpan balik dpat dimodifikasi sedemikian rupa secara kreatif sesuai dengan kondisi kelas yang diajarkannya.
d)       Melakukan komunikasi pengetahuan
Maksudnya, bagaimana guru melakukan transfer ataas pengetahuan yang dimiliki kepada siswanya, dan melakukan komunikasi dengan baik. Pada tingkat yang minimal, guru seharusnya menguasai secara utuh terhadap mata pelajaran yang diasuhnya. Guru tidak memiliki pengetahuan yang memadai terhadap mata pelajaran yang diajarkan, akan kehilangan kewibaan dimata para siswanya.


e)        Guru sebagai model dalam bvidang study yang diajarkannya
Artinya, guru merupakan suri teladan, contoh nyata, atau model yang dikehendaki oleh mata pelajaran yang diajarkannya tersebut.
2)        Peranan guru dalam proses pembelajaran
Ada beberapa peranan guru dalam proses pembelajaran.
a)        Guru sebagai demonstrator.
Dengan peranannya sebagai demonstrator atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya. Dengan terus belajar, diharapkan akan tercipta siswa yang unggul. Menurut The Liang Gie, karakteristik siswa yang unggul ada tiga, yaitu gairah belajar yang mantap, semangat maju yang menyala dalam menuntut ilmu dan kerajinanmengusahakan studi sepanjang waktu ( The Liang Gie, 2002 ).
b)        Guru sebagai pengelola kelas
Tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil belajar yang baik.
c)        Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Sebagai mediator, guru menjadi perantara hubungan antar manusia. Dalam konteks kepentingan ini, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi.
d)       Guru sebagai evaluator        
Fungsi ini dimaksudkan agar guru mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai atau belum, dan apakah materi yang sudah diajarkan sudah cukup tepat. Dengan melakukan penilaian guru akan dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran serta keefektifan metode mengajar.




C.      Kriteria guru dalam mengoptimalkan perkembangan peserta didik
1)      Mengetahui gaya belajar peserta didik
Siswa sangat beragam dalam hal gaya pembelajaran,yaitu pendekatan pembelajaran yang paling baik bagi mereka. Perbedaan ini juga kecenderungan gaya pembelajaran atau gaya kognitif. National task Force on Learning Style and Brain Behavior menyatakan bahwa “ pola yang konsisten  tentang perilaku dan kinerja yang digunakan individu untuk melakukan pendekatan terhadapa pengalaman pendidikan. Ini adalah gabungan dari perilaku kognitif, afektif dan psikologis karakteristik yang berfungsi sebagai indicator yang relatif  tentang cara seorang pembelajar menerima, berinteraksi, dan merespon lingkungan pembelajaran. “ ( dikutip dalam bennet, 1990, h.94 )
Beberapa orang lebih cepat memepelajari hal-hal yang didengarnya, orang lain lebih cepat belajar ketika mereka melihat materi tertulis. bebrapa membutuhksn banyak struktur; ada pula yang paling baik ketika mandiri dan mengikuti keinginan sendiri. Beberapa membutuhkan kesunyian untuk dapat berkonsentrasi; lainnya belajar dengan baik dalam lingkungan yang aktif dan ramai. Pengetahuan tentang gaya belajar siswa membantu  membuat pengajaran individual dan memotivasi siswa.
2)      Mampu Membangun Iklim Pembelajaran yang Inspiratif
Dalam usaha untuk menciptakan iklim pembelajaran yang inspiratif, aspek paling  utama yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana guru mampu untuk menarik dan mendorong minat siswa untuk senang dan menyukai pelajaran. Rasa senang terhadap pelajaran akan menjadi modal penting dalam diri siswa untuk menekuni dan menggeluti pelajaran secara lebih optimal. Siswa akan bergairah dan senantiasa penuh semangat dalam belajar.Salah ssatu usaha penting yang dapat dilakukan untuk membangkitkan semangat belajar adalah mendesain pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan.
3)      Mampu membangun kelas yang peduli
Kelas yang peduli akan menciptakan iklim kelas yang positif yang membuat dinamika kelas yang kompleks sehingga Guru dan siswa menjadi kelompok yang terpadu, produktif dan saling mendukung. Dalam upaya untuk  mengembvangkan kemampuan ini, ingatlah semangat yang tulus akan kepedulian adalah inti dari pembelajaran yang efektif. “ pedagogi yang peduli dapat menciptakan atau mengembalikan kepercayaan diri yang dibutuhkan  untuk ikut sertadalam kesempatan belajar yang positif dalam kelas. Pedagogi tersebut juga dapat membantu membentuk landasan moral warga yang bertanggung jawab, keanggotaan & kepemimpinan komunitas yang produktif, serta keterlibatan seumur hidup dalam pembelajaran “ ( paul & Colluci, 2000, h. 45 )
Cara membangun kelas yang peduli adalah seorang guru dapat mendemonstrasikan kepedulian melalui upaya untuk membantu seluruh siswa belajar sampai potensi sepenuhnya. Guru dapat belajar sebanyak mungkin dari kemampuan siswa dan hal-hal yang dapat memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. “ Guru yang efektif mengetahui seluruh siswanya dengan baik “ ( Harris Interactive, 2001. ). Selain itu guru juga dpat membuat kelas menjadi tempat yang hangat untuk para peserta didik, orang tua / wali siswa.
4)      Memiliki orientasi jauh lebih luas
Guru yang memiliki orientasi jauh lebih luas adalah guru yang inspiratif. Guru inspiratif tidak hanya terpaku pada kurikulum, tetapi juga memiliki orientasi yang jauh lebih luas dalam mengembangkan potensi dan potensi para peserta didik. Dunia memerlukan keduanya, seperti kita memadukan validitas internal ( dijaga oleh kurikulum ) dan validitas eksternal ( yang dikuasai oleh guru inspiratif ) dalam penjelajahan ilmu pengetahuan.
Guru yang inspiratif tidak hanya menekankan validitas internal yang bertumpu pada kurikulum, tetapi juga bagaimana konstektualisasinya dalam validitas eksternal yang berupa beraneka sikap dan pandangan serta jiwa yang kukuh dalam memandang dan menghadapi setiap persoalan dan kehidupan yang kompleks. Guru yang inspiratif  adalah guru yang mampu melahirkan peserta didik yang tangguh dan siap mengahdapi aneka tantangan dan perubahan yang hebat sekalipun.
D.      Komponen kinerja profesional guru dalam perkembangan peserta didik
1)        Gaya mengajar
Menurut Donald Medley gaya mengajar guru merujuk pada kemampuan guru untuk menciptakan iklim kelas. Sementara ahli lain menggambarkan gaya mengajar itu sebagai (1) aspek ekspresif mengajar, yang menyangkut karakteristik hubungan emosional antara guru-siswa, seperti hangat atau dingin; dan (2) aspek instrumental mengajar, yang menyangkut bagaimana guru memberikan tugas- tugas, mengelola belajar, dan merancang aturan-aturan kelas ( Ornstein, 1990)
2)        Kemampuan berinteraksi dengan siswa 
Kemampuan guru berinteraksi dengan siswa dimanifestasikan melalui :
-            Komunikasi Verbal
Dalam study klasik, interaksi antara guru, antara guru dan siswa dianalasis melalui perilaku bahasa ( linguistic behavior ) guru dan siswa di dalam kelas. Kegiatan di dalam kelas pada umumnya didominasi oleh interaksi ( verbal ) antara guru dan siswa.  Atentang komunikasrno Bellack , dalam penelitiannya tentang komunikasi dalam mengajar di kelas, mengklasifikasikan perilaku verbal ( verbal behaviors ) dasar, yang dinamai juga dengan “moves” ke dalam empat jenis, yaitu sebagai berikut :
a)        Structuring moves yang terkait dengan interaksi permulaan antara guru dan siswa, seperti mengenalkan tentang topic dari materi pelajaran yang akan dibahas atau didiskusikan.
b)        Soliciting moves  yang dirancang untuk merangsang respons verbal atau fisik. Seperti guru mengajukan pertanyaan tentang suatu topic tertentu dalam rangka mendorong siswa untuk meresponnya.
c)         Responding moves yang terjadi setelah soliciting moves.
d)       Reacting moves yang berfungsi untuk memodifikasi,  mengklasifikasi atau menilai ketiga “ moves “ atau tingkah laku di atas.

-            Komunikasi Non – Verbal
Menurut Miles Patterson, komunikasi atau perilaku nonverbal di dalam kelas terkait dengan lima fungsi guru yaitu (1) providing information, atau mengelaborasi pernyataan verbal (2) regulating interactions, seperti menuunjuk seseorang (3) expressing intimacy or liking, seperti member senyuman atau menepuk bahu siswa (4) exercising social control, memperkuat aturan kelas dengan mendekati atau mengambil jarak (5) facilitating goals, menampilkan suatu ketrampilan yang memerlukan aktivitas motorik atau gesture
Galloway mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal guru dipandang sebagai perilaku yang mendorong atau membatasi siswa. Ekspresi muka, gesture, dan gerakan badab guru memberikan penaruh kepada partisipasi dan penampilan siswa di kelas.
E.       Peran sekolah dalam perkembangan peserta didik
Peran sekolah dalam mengembangkan perserta didik yang berakarakter dan berdaya saing sangat berpanguruh dalam faktor fisiologi/lingkungan, dimana suatu sekolah harus menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan komukatif, agar dapat terciptanya peserta didik yang berkarakter positif, dikarenakan lingkungan sekolah yang negatif bisa sangat berpengaruh dalam perkembangan psikologis siswa yang akan berdampak buruk terhadap pendidikan. Oleh karena itu, peranan sekolah sangat penting yaitu dari tata tertib sekolah misi visi sekolah harus bisa di tanamkan pada setiap peserta didik. Sekolah  harus memfasilitasi perubahan secara menyeluruh, prinsip pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan, semua mata pelajaran mengandung makna nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, kemudian proses pendidikan yang dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Sebagai  indikator sekolah berkarakter diantaranya  sekolah selalu nampakdalam keadaan  bersih dan nyaman, tersedia toilet yang selalu bersih dan tersedia air dan fasilitasnya, bak sampah tersedia di tempat-tempat yangg semestinya, taman di halaman terpelihara dan menimbulkan rasa sejuk. Adanya disiplin, dimana tenaga kependidikan dan peserta didik datang tepat waktu dan pembelajaran berlangsung dengan baik, adanya aturan yang sudah disetujui oleh warga sekolah harus dilaksakan dengan baik. Adanya suasana  yang santun guru dan tenaga kependidikan serta peserta didik saling memberi salam jika bertemu, adanya masyarakat sekolah yang berpakaian rapi dan sopan (Balitbangdiknas).  Perubahan pembelajaran harus terjadi di seluruh sekolah sehingga terjadi budaya sekolah. Kepala Sekolah merupakah tokoh sentral perubahan tsb. Jika hanya satu atau dua guru saja dari sekolah tersebut yang diberi pelatihan/sosialisasi maka perubahan sulit terjadi. Perubahan dilakukan dengan melaksanakan penguatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam pelaksanaan KTSP masing-masing sekolah

2.2.   Peran masyarakat dalam perkembangan peserta didik
Masyarakat tempat anak-anak hidup dan bergaul dengan orang lain baik itu anak-anak atau orang dewasa lainnya juga merupakan lingungan perkembangan yang memiliki peran dan pengaruh tertentu dalam pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Di masyarakat mereka bergaul, melihat orang-orang berperilaku, menyaksikan berbagai peristiwa, dan di sana pula mereka menemukan sejumlah aturan dan tuntutan yang seharusnya dipenuhi oleh yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman interaksi anak pada masyarakat ini akan memberi kontribusi tersendiri dalam pembentukan perilaku dan perkembangan anak.
Bila dihubungkan dengan lingkungan rumah dan sekolah, lingkungan masyarakat itu bisa mendukung apa yang dikembangkan di rumah dan di sekolah, tetapi bisa pula sebaliknya. Sebagai contoh, lingkungan masyarakat pesantren yang pada masyarakat itu dijungjung tinggi nilai-nilai agama merupakan suatu lahan yang subur bagi keluarga dan anak untuk membina kehidupan berperilaku agama, lingkungan masyarakat akademik merupakan lahan yang subur untuk menumbuhkan minat akademik anak, begitu pula lingkungan masyarakat bisnis merupakan lingkungan yang subur untuk menumbuhkan minat bisnis anak-anak. Dengan demikian, jika rumah dan sekolah mengembangkan suatu budaya atau nilai tertentu yang relevan dengan apa yang berkembang di masyarakat, maka kecenderungan pengaruhnya akan saling mendukung sehingga peluang pencapaiannya akan sangat besar
Namun tidak selamanya budaya-budaya baik yang dikembangkan di rumah dan di sekolah itu sejalan dengan apa yang terjadi di masyarakat. Sementara di rumah dan di sekolah tidak pernah di ajarkan untuk mencuri, untuk berkelahi, menghianati orang lain, dan sebagainya akan tetapi semua hal itu di masyarakat terjadi. Kondisi demikian tentunya akan menimbulkan sejumlah pertanyaan, sikap kritis, dan bahkan mungkin kebingungan pada diri anak. Di sinilah perlunya ikatan psikologis yang kuat antara keluarga dengan anak sehingga keluarga tetap dipercaya sebagai tempat yang baik untuk membicarakan dan memahami berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Berbeda dengan kasus keluarga dan sekolah, di lingkungan masyarakat susah menentukan siapa yang sebenarnya paling bertanggung jawab. Di rumah, orangtua bisa didudukkan sebagai orang yang paling bertanggung jawab, di sekolah guru juga bisa diposisikan sebagai orang yang paling bertanggung jawab, tapi di masyarakat tidak ada yang bertanggung jawab. Sekalipun di masyarakat ada tokoh masyarakat, tokoh agama, penguasa, dll namun posisi mereka sangat berbeda dengan orangtua di rumah dan guru di sekolah. Karena itu pada akhirnya tanggung jawab itu akan kembali kepada masing-masing keluarga juga. Masyarakat adalah gabungan dari keluarga-keluarga dan individu-individu yang hidup di sana. Baik-tidaknya suatu masyarakat akan tergantung kepada keluarga-keluarga yang membangun masyarakat yang bersangkutan.
Dengan pemikiran seperti itu, akhirnya keluarga atau orang tua jugalah yang diharapkan dapat membantu anak sehingga mereka bisa memahami persoalan-persoalan masyarakat yang terjadi dan mampu menyesuaikan diri secara positif. Di sini orang tua perlu menjaga keakraban hubungan dengan anak, di samping menyampaikan pemahaman-pemahaman yang tepat tentang berbagai fenomena kehidupan yang dialami dan disaksikan oleh anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak yang bersangkutan
Dalam situasi sekolah, gen-gen mungkin dapat dilihat sebagai bagian dari dunia nyata anak-anak. Meskipun demikian, bagi seseorang yang bekerja secara dekat dengan anak-anak dan remaja, kekuatan dan kelemahan dari pengaruh genetik ini adalah penting untuk dipahami. Seorang guru misalnya, perlu memahami sifat-sifat dan perbedaan-perbedaan individual. Di samping itu, pemahaman tentang dampak faktor-faktor lingkungan terhadap perkembangan anak, akan memberi pendidik suatu pertimbangan yang optimistis tentang potensi-potensi yang penting ditumbuhkembangkan dalam diri semua peserta didik. McDevitt dan Ormrod (2002) merekomendasikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan guru dalam menyikapi pengaruh lingkungan bagi perkembangan anak, di antaranya:
1.             Memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan individual anak. Guru yang menghargai berbagai karakteristik fisik, tipe-tipe kepribadian dan bakat-bakat mereka, dapat membuat peserta didik menjadi senang. Anak-anak yang tinggi dan pendek, gemuk dan kurus, yang serasi dan kikuk, yang sedih dan ceria, yang kalem dan pemarah, semuanya harus mendapat tempat yang benar dalam hati guru.
2.             Menyadari bahwa sebenarnya faktor lingkungan masyarakat mempengaruhi setiap aspek perkembangan. Gen-gen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan fisiologis dan pengaruh yang sedang terhadap karakteristik psikologis yang kompleks. Meskipun demikian, perkembangan dan belajar harus dipandang sebagai suatu hasil pertumbuhan biasa dari aspek biologis yang sangat berpengaruh terhadap anak. Faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi anak melalui banyak cara, seperti melalui layanan pengajaran dan bimbingan. Anak-anak yang secara genetik memilki kecenderungan untuk menjadi seorang yang mudah marah atau agresif, dapat dilatih dan dibimbing menjadi seorang yang lebih adaptif dan memperlihatkan tingkah laku prososial.
3.             Mendorong siswa menentukan pilihan-pilihan sendiri untuk meningkatkan pertumbuhan. Misalnya, untuk tumbuh menjadi lebih dewasa, anak-anak harus aktif mencari lingkungan-lingkungan dan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan kemampuan naturalnya, dan guru mengambil posisi kunci untuk menolong mereka menemukan aktivitas dan sumber-sumber yang memungkinkan mereka menggunakan dan mengembangkan bakat-bakat mereka.

2.3.   Peran sosial dan budaya dalam perkembangan peserta didik
Seperti Piaget, ahli perkembangan Rusia, Lev Vygotsky (1896-1934) juga percaya bahwaanak secara aktif menciptakan pengetahuan mereka sendiri. Meskipun demikian, Vygotskymemberikan peran yang lebih penting pada interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan
kognitif lebih dari yang dilakukan Piaget. Teori Vvygotsky adalah teori kognitif yangmengutamakan bagaiaman interaksi sosial dan budaya menuntun perkmbangan kognitif .
Vygotsky melukiskan perkembangan sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dariaktivitas sosial dan budaya. Ia berpendapat bahwa perkembangan memori, atensi dan penalaran, mencakup kegiatan belajar untuk menggunakan temuan-temuan dari masyrakat, seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori. Dalam suatu budaya, hal ini dapatmeliputi kegiatan belajar berhitung dengan bantuan komputer. Di hari lainnya, individu jugadapat belajar berhitung dengan menggunakan tangannya atau manik-manik.
Teori Vygotsky telah cukup banyak merangsang minat terhadap pandangan yangmenyatakan bahwa pengetahuan itu kolaboratif. Dalam pandangan ini, pengetahuan tidakdisimpulan dari dalam individu namun dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan berbagai objek di dalam budaya tersebut, seperti buku-buku. Hal ini mengimplimasikan bahwa pengetahuan paling baik dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dalam aktivitaskooperatif. Secara khusus, ia berpendapat bahwa interkasi anak-anak dengan orang dewasadan kawan-kawan sebaya yang lebih terampil tidak dapat dipisahkan untuk meningkatkan perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi ini, anggota yang kurang terampil dari suatu budaya belajar untuk menggunakan perangkat yng dapat membantu mereka untuk beradaptasi dan berhasil.
Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai sosial dan budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mantransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan mendukung antara satru sama lainnya.
Tujuan pendidikan pun adalah melestarikan dan selalu meningkatkan kebudayaan itu sendiri, dengan adanya pendidikanlah kita bisa mentransfer kebudayaan itu sendiri dari generasi ke generasi selanjutnya.
Dan juga kita sebagai masyarakat mencita-citakan terwujudnya masyarakat dan kebudayaan yang lebih baik ke depannya, maka sudah dengan sendirinya pendidikan kitapun harus lebih baik lagi.

2.4.   Model kepemimpinan yang tepat untuk perkembangan peserta didik
Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas untuk mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan (George Terry). Drs. Ngalim Purwanto berpendapat bahwa Kepemimpinan adalah tindakan/perbuatan di antara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan baik orang seorang maupun kelompok maju ke arah tujuan-tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah kemampuan seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk membimbing beberapa orang untuk mengkordinasikan dan mengarahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk dapat menggerakkan beberapa orang pelaksana, seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dibandingkan orang yang dipimpinnya misalnya kelebihan dalam menggunakan pikirannya,  rohaniah, dan badaniah. Agar dapat menggunakan kelebihanya tersebut, seorang pemimpin suatu organisasi difasilitasi dengan apa yang disebut dengan tugas dan wewenang.
Sifat kepemimpinan yang tepat untuk peserta didik ialah pemimpin yang memberi contoh yang baik dan tindakan nyata bukan hanya bisa berbicara saja akan tetapi tidak bisa bertindak. Jika dalam keluarga pemimpin itu adalah ayah dan di sekolah pemimpin itu adalah guru. Jadi sebagai seorang pemimpin harus memberikan contoh yang baik untuk perkembangan peserta didik agar menjadi lebih baik.

2.5.   Pola asuh orang tua untuk perkembangan peserta didik
Secara terminologi pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak (Chabib Toha)
Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan terutama dalam kehidupan anak, karena dari merekalah anak mendapat pendidikan untuk pertama kalinya, serta menjadi dasar perkembangan anak dan kehidupan anak di kemudian hari. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga.
Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas, dan berakhlak. Akan tetapi banyak orang tua yang tak menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir, bahkan kecerdasan mereka.
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif. Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua, dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah, dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.
Keluarga adalah kelompok sosial pertama dan utama bagi kehidupan anak, anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok keluarga daripada dengan kelompok sosial lainnya. Anggota keluarga merupakan orang yang paling berarti dalam kehidupan anak selama proses pembentukan kepribadian anak, dan pengaruh keluarga jauh lebih luas dibandingkan pengaruh lainnya, bahkan sekolah pun. Beberapa besar pengaruh keluarga pada perkembangan kepribadian anak yang berdapak sebagai berikut:
1.      Bila dia hidup dalam permusuhan, dia belajar berkelahi.
2.      Bila dia hidup dalam ketakutan, dia belajar menjadi penakut.
3.      Bila dia hidup dikasihani, da belajar mengasihani dirinya.
4.      Bila dia hidup dalam toleransi, dia belajar bersabar.
5.      Bila dia hidup diejek, dia belajar menjadi malu.

1.        Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua
a)        Pola Asuh Permissif
Definisi pola asuh permissif menurut beberapa ahli yaitu :
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permissif memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua, tidak adanya hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik, tidak adanya hukuman meski anak melanggar peraturan.
Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuhü permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan yang ada di lingkungannya.

Indikator pola asuh Permissif sebagai berikut:
-            Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua
-            Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik
-            Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar peraturan
-            Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak sehari-hari
-            Orang tua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.

b)         Pola Asuh Otoriter
Definisi pola asuh otoriter menurut beberapa ahli yaitu :
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang mendidik anak denganü menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orang tua menerapkan peraturan yang ketat, tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.
Menurut Gunarsa (2000), pola asuh otoriter yaitu pola asuh di manaü orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktivitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.
Indikator pola asuh Otoriter sebagai berikut:
-            Orang tua menerapkan peraturan yang ketat.
-            Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
-            Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak.
-            Berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal).
-            Orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian

c)              Pola Asuh Demokratis
Definisi pola asuh demokratis menurut beberapa ahli yaitu :
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.
Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa dalam menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, anak tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.
Diakui dalam prakteknya di masyarakat, tidak digunakan pola asuh yang tunggal, dalam kenyataan ketiga pola asuh tersebut digunakan secara bersamaan di dalam mendidik, membimbing, dan mengarahkan anaknya, adakalanya orang tua menerapkan pola asuh otoriter, demokratis dan permissif. Dengan demikian, secara tidak langsung tidak ada jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga, tetapi orang tua cenderung menggunakan ketiga pola asuh tersebut.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Dariyo dalam Anisa (2005), bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh situasional, di mana orang tua tidak menerapkan salah satu jenis pola asuh tertentu, tetapi memungkinkan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes, dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.
Indikator pola asuh Otoriter sebagai berikut:
-            Adanya kesempatan bagi anak untuk berpedapat.
-            Hukuman diberikan akibat perilaku salah.
-            Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.
-            Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak kepada anak.
-            Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak sesuai.
-            Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.
d)       tipe Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.

2.        Pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah keatas dan menengah kebawah terhadap pembentukan kepribadian anak
Pengasuhan anak dilakukan oleh orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku social pada anak. Pola asuh yang diberikan orang tua pada anak berbeda-beda hal ini sangat dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor internal dan eksternal. Yang termasuk factor internal, misalnya latar belakang keluarga orang tuanya, usia orang tua dan anak, pendidikan dan wawasan orang tua, jenis kelamin orng tua dana anak, karakter anak dan konsep peranan orang tua dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk factor eksternal, misalnya adalah tradisi yang berlaku dalam lingkungannya, sosial ekonomi dalam lingkungannya, dan semua hal yang berasal dari luar lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi pola asuh keuarganya.
Permasalahan ekonomi di Indonesia memang sangat memprihatinkan, begitu pula dengan permasalahan ekonomi dalam keluarga yang merupakan masalah yang paling sering dihadapi. Tanpa disadari permasalahan ekonomi dalam keluarga sangat mempengaruhi atau akan berdampak pada pola asuh orang tua yang diberikan pada anak. Orang tua terkadang melampiaskan kekesalan yang dihadapi pada anaknya, padahal untuk anak yang usia prasekolah atau masih usia balita masih belum mengerti tentang masalah perekonomian dalam keluarga yang hanya akan memperburuk keadaan psikologi anak dan anak hanya menjadi korban dari orang taunya. 
Pola asuh orang tua yang perekonomiannya menengah ke atas dengan orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah ke bawahakan akan berbeda dalam perwujudannya, orang tua yang tingkat ekonominya menengah ke atas dalam pengasuhannya biasanya orang tua akan memanjakan anaknya apapun yang diingkan olehnya akan dipenuhi oleh orang tuanya. Dengan tingkat perekonomian menengah ke atas segala kebutuhan dan keinginan anaknya selalu terpenuhi dan orang tua selalu memberikan fasilitas yang berlebih pada anaknya yang terkadang tidak melihat dari dasar perkembangan anaknya. Pola asuh ynag diberikan oleh orang tua terhadap anaknya hanya sebatas dengan materi yang dimiliki orang tua, perhatian dan kasih sayang dari orang tua terkadang terlupakan akibat orang tua hanya sibuk dengan urusan materinya dan dalam perwujudan pola asuhnya hanya diwujudkan dalam materi atau pemenuhan kebutuhan anaknya.
Anak yang terbiasa dari kecil dididik oleh orang tuanya dengan pola asuh yang demikian, akan berdampak buruk pada pembentukan kepribadian anak. Kepribadian anak akan menjadi manja, serba menilai sesuatu dengan materi, dan tidak menutup kemungkinan anak akan menjadi sombong dengan kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya serta kurang menghormati dan menghargai orang yang ekonominya lebih rendah darinya.
Sedangkan pola asuh orang tua yang tingkat ekonominya menengah kebawah, dalam pengasuhannya memang sangat terbatas dengan tingkat ekonomi yang kurang. Biasaya dalam pola pengasuhannya tidak memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi tetapi lebih menekankan pada kasih sayang dan perhatian serta bimbingan untuk membentuk kepribadian yang baik bagi anaknya.
Pemenuhan kebutuhan pun hanya bersifat yang sangat penting bagi anaknya yang akan dipenuhinya, oleh karena itu anak yang hidup dalam perekonomian menengah ke bawah akan terbiasa hidup dengan segala kekurangan yang dialami dalam keluarganya sehingga akan terbentuk kepribadian yang mandiri, tidak manja, mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya, dan akan lebih menghormati dan menghargai orang lain. 
Tetapi dalam kenyataannya terdapat juga anak yang  tingkat ekonomi keluarganya menengah ke atas berprilaku baik dan menghargai serta menghormati orang lain juga suka membantu teman-temannya yang tingkat ekonomi orang tuanya menengah ke bawah. Dan terdapat pula anak yang tingkat ekonominya menengah ke bawah terkadang minder atau malu dengan keadaan ekonomi orang tuanya, sehingga menyebabkan kepribadian anak yang kurang menghormati orang tuanya dan suka berprilaku kurang sopan pada orang tuanya.
Oleh karena itu peran orang tua dalam penerapan pola asuh pada anaknya sangat penting  dan harus menyeimbangkan dengan pendidikan agama pada anak sedari dini mungkin supaya membentuk kepribadian anak yang yang baik dan membanggakan orang tuanya serta selalu mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang pencipta.
3.        Dampak yang ditimbulkan dari pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah terhadap pembentukan kepribadian anak
Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua yang salah akan membentuk kepribadian anak yang salah pula, begitu pula sebaliknya apabila pola asuh orang tua benar maka pembentukan kepribadian abakpun akan benar.  Tangguh tidaknya kepribadian seorang anak bergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya.
Sebagaimana pola asuh yang diterapkan oleh keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke atas, biasanya dikenal dengan pola asuh permisif yaitu orang tua cenderung menggantungkan diri pada penalaran dan manipulasi, tidak menggunakan kekeuasaan terbuka, sehingga anak lebih bebas melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Orang tua dianggap berkuasa dan tidak membimbing anak untuk patuh pada semua perintah orang tuanya. Kebebasan yang berlebihan seperti ini tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang dapat menyebabkan anak menjadi imfulsif dan agresif.
Sedangkan pada pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah menerapkan pola asuh yang dikenal sebagai model demokratis, ditandai dengan dukungan emosional yang tinggi, komunikasi yang terbuka, standar yang tinggi, dan jaminan kemandirian sehubungan dengan kompetensi anak. Anak yang diasuh dengan menggunakan model pola asuh demokratis dapat memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya, dan dapat mengembangkan keterampilannya.
Bermacam-macam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua ini sangat mempengaruhi bagaimana anak melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya sosialnya, seperti pengaruh-pengaruh dari pola asuh seperti ini :
Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.
Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
Agar dampak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua yang salah tidak terjadi, maka sebaiknya orang tua menerapkan pola asuhnya disertai dengan beberapa hal sebagai berikut :
-            Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini. Pola asuh keluarga berbasis agama yang dinilai sebagai pendidikan paling baik saat ini.
-            Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang baik. Jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua pun harus menjauhi segala hal yang negatif.
-            Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting, hal ini agar terjadi saling pengertian dan tidak menimbulkan salah paham.
-            Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhana anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani.
-            Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera. Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil, bisa salah paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman orang tua pada anak adalah bentuk kasih sayang, jadi sebagai orang tua harus pintar-pintar memberikan hukuman yang cocok bagi anak.


BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Peran utama seorang guru adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran, bagaimana pun hebatnya teknologi, peran guru akan tetap diperlukan. Teknologi yang konon bisa memudahkan manusia mencari, mendapatkan informasi, dan pengetahuan, tidak mungkin dapat mengganti peran seorang guru. Ada beberapa peran guru dalam proses pembelajaran, antara lain guru sebagai demonstrator, pengelola kelas, fasilitator, evaluator dan motivator.
Kepemimpinan adalah kemampuan seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan untuk membimbing beberapa orang untuk mengkordinasikan dan mengarahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk dapat menggerakkan beberapa orang pelaksana, seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dibandingkan orang yang dipimpinnya misalnya kelebihan dalam menggunakan pikirannya,  rohaniah, dan badaniah. Agar dapat menggunakan kelebihanya tersebut, seorang pemimpin suatu organisasi difasilitasi dengan apa yang disebut dengan tugas dan wewenang.
Pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak sangatlah penting ada beberapa pengaruh pola asuh dan latar belakang orang tua dalam perkembangan anak yakni Pengaruh pola asuh orang tua yang berkerja dan tidak berkerja, Pengaruh pola asuh orang tua yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah, Pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah keatas dan menengah kebawah.

3.2.       Saran
Kepada para guru berikanlah pendidikan yang terbaik untuk peserta didik agar perkembangan peserta didik menjadi semakin baik, dan kepada orang tua berikanlah pola asuh yang terbaik karena keluarga merupakan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak serta Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam. 2000. Mengobati Penyakit Hati Membangun Ahlak Mulia, alih bahasa : Muhammad Al-Baqir, Bandung : Karisma

Burhanuddin. 1994. Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Malang : Bumi Aksara

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Diknas. 2006. Kurikulum 2006. Jakarta : Balitbang Diknas
Elaine B. Jhonson, PH.D. 2007. Contextual teaching and learning, Bandung. MLC
Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Rosdakarya.
Gie. The Liang. 2002. Cara Belajar Efisien I. Yogyakarta: PUBIB.
Gunarsa, Singgih. 2000. Psikologi Perkembangan, Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Harris L.C., Ogbonna E. 2001. Leadership Style and Market Orientation : An Empirical Study , European Journal of Marketing , 35,5/6.
Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
McDevitt, T.M dan Ormrod, J.E. 2002. Child Development  and Education. New Jersey : Merril Prentice Hall.
Ornstein, Allan C. 1990. Curriculum: Foundations, Principles and Issues. New Jersey: Prentice-Hall.
Peter, J. Paul dan Jerry C Olson. 2000. Consumer behavior: Perilaku Konsumen Dan Strategi Pemasaran Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Purwantoro, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Slameto. 2002. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Terry, George R. 2003. Guide to Management. Alih Bahasa J. SmithD.F.M. Bumi aksara. Jakarta
Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar offset, Cet. I, hlm. 109.


Yusuf, Syamsu. 2012. Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press.
Share:

Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Seacrh By Labels

Contact Form

Name

Email *

Message *