Apa peran sekolah dalam perkembangan peserta didik
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Peran
sekolah dalam perkembangan peserta didik
Menurut piaget, Teori belajar
berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap
perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan tersebut dibangun dalam
pikiran siswa melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penerapan
informasi baru dalam pikiran. Sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru. Pengetahuan tidak diperoleh
pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkanperkembangan kognitif
siswa tergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Ada 3 hukum atau dalil pokok
piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau disebut tahap
perkembangan mental, yaitu :
-
Perkembangan
intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan
urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut
dan dengan urutan yang sama.
-
Tahap-tahap
tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan,
pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang
menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
-
Gerak
melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration),
proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman
(asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
1.
Peran seorang guru dalam perkembangan peserta didik
Berkembang atau tidaknya peserta didik
dalam pendidikan itu adalah tugas seorang guru, bagaimana cara guru
memperhatikan atau lebih tepatnya membimbing peserta didik dan mengetahui
sampai mana perkembangan peserta didik tersebut.
Guru memegang peranan yang sangat strategis
terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi siswa.
Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur yang lain, lebih-lebih dalam
masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana peranan
teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim. Guru memiliki
perana yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang
profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Guru mempunyai
tanggung jawab uuntuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk
membantu proses perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah
merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses
yang dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa.
Begitu pentinya peranan guru dalam keberhasilan
peserta didik maka hendaknya guru mampu beradaptasi dengan berbagai
perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya sebab guru pada saat ini
bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola proses belajar
mengajar. Secara lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
-
Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motifasi pencapaian tujuan
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
-
Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang
memadai.
-
Membantu perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan
penyusuaian diri, demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas
sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung
jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa ia harus mampu
menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa
muntuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan
tujuan. (Slameto, 2002)
Peran seorang guru sangat penting dalam
upaya perkembangan peserta didik, maka dari itu akan dijelaskan beberapa peran
penting seorang guru dalam upaya perkembangan peserta didik hal-hal apa saja
yang harus diketahui oleh seorang guru dalam upaya mengembangkan peserta didik,
peran guru dalam proses belajar mengajarupaya mengembangkan perkembangan
peserta didik, kriteria guru dalam mengoptimalkan perkembangan peserta didik,
komponen kinerja profesional gurudalam perkembangan peserta didik.
A. Hal-hal yang perlu diketahui oleh
guru dalam upaya perkembangan peserta didik
Dalam perkembangan peserta
didik, merumuskan apa-apa yang perlu diketahui oleh guru bukanlah
pekerjaan yang mudah. Beberapa guru yang handal, sangatlah kharismatik,
sementara ada juga guru handal yang menyebalkan, ada banyak guru yang efektif
yang bersifat emosional, namun banyak pula yang sabar. Banyak guru efektif yang
bersifat keras, namun banyak pula yang bersifat lembut terhadap siswa. Jadi,
para profesional dapat memiliki sifat yang beragam meskipun mereka semua
dianggap sebagai profesional yang handal. Ada hal-hal yang berlaku umum yang
harus dimiliki guru yang diyakini dapat mempercepat proses
belajar mengajar dalam perkembangan peserta didik.
Guru yang efektif, harus memiliki tiga
jenis pengetahuan agar mereka dapat mengajar para siswanya dengan baik dan
mengetahui perkembangan peserta didiknya. Ketiga jenis pengetahuan
tersebut adalah :
-
Pengetahuan tentang pembelajar dan bagaimana mereka belajar dan berkembang
dalam konteks sosial.
-
Pemahaman tentang mata pelajaran yang diajarkan dan keterampilan yang
berkaitan dengan tujuan sosial pendidikan.
-
Pemahaman tentang pengajaran yang berkaitan dengan materi ajar dan siswa
yang diajar, sebagaimana yang diindikasikan dari hasil penilaian dan yang
didukung oleh suasana kelas yang produktif.
Sebagai orang yang profesional, para guru
memiliki komitmen untuk belajar apa yang mereka perlu ketahui agar para siswa
yang diajarkannya berhasil. Visi seorang guru yang profesional harus menciptakan
sinergi antara pengajaran dengan pembelajaran siswa dan mensyaratkan agar guru
dapat menunjukan hasil pembelajaran siswa. Visi guru yang profesional juga
mengharuskan guru benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan mendidik siswa
di alam demokrasi, sehingga, sebagai warga negara mereka dapat berpartisipasi
penuh dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi.
B. Peran guru dalam proses belajar
mengajar upaya mengembangkan perkembangan peserta didik
1)
Guru dalam proses belajar mengajar
“Guru yang bermutu memungkinkan siswanya
untuk tidak hanya dapat mencapai standar nilai akademik secara nasional, tetapi
juga mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang penting untuk belajar selama
hidup mereka.” (Elaine B. Johnson)
Mengajar sifatnya sangat kompleks, karena melibatkan
aspek pedagogis, psikologis, dan didaktris secara bersamaan. Aspek pedagogis
menunjuk pada kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu
lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, guru harus mendampingi para siswanya
menuju kesuksesan belajar atau kedewasaan. Aspek Psikologis menunjuk pada
kenyataan bahwa para siswa yang belajar pada umumnya, memiliki taraf
perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga menuntut materi,
metode, dan pendekatan yang berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya.
Demikian pula halnya dengan kondisi para siswa, kompetensi, dan tujuan yang
harus mereka capai juga berbeda. Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada
kenyataan bahwa proses belajar itu mengandung variasi. Cara penangkapan siswa
terhadap materi pembelajaran tidak sama. Cara belajar juga beragam.
Menurut Imam Al-Ghazali, kewajiban yang
harus diperhatikan oleh seorang pendidik adalah sebagai berikut :
-
Harus menaruh kasih sayang terhadap anak didik, dan memperlakukan mereka
seperti perlakuan anak sendiri.
-
Tidak mengharapkan balas jasa atau ucapan terima kasih. Melaksanakan tugas
mengajar bermaksud untuk mencari keridhoan dan mendekatkan diri pada Tuhan.
-
Memberikan nasihat pada anak didik pada setiap kesempatan.
-
Mencegah anak didik dari suatu akhlak yang tidak baik.
-
Berbicara pada anak didik sesuai dengan bahasa dan kemampuan mereka.
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran,
ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru agar mencapai hasil
maksimal.
a)
Membuat perencanaan pembelajaran
Adanya perencanaan, membuat guru memiliki
kerangka dasar dan orientasi yang lebih konkrit dalam pencapaian tujuan.
Perencanaan pembelajaran mencakup:
-
Tujuan yang hendak dicapai.
-
Bahan pelajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan.
-
Bagaimana proses pembelajaran yang akan diciptakan untuk mencapai tujuan
yang efektif dan efisien.
-
Bagaimana menciptakan dan menggunakan alat untuk mengetahui atau mengukur
tujuan tercapai atau tidak.
b)
Melaksanakan pembelajaran dengan baik
Pelaksaan pembelajaranseharusnya mengacu
kepada perencanaan, namun demikian, seringkali perencanaan tidak dapat
dilaksanakan scara maksimal. Guru yang baik, akan selalu melaksanakan evaluasi
mengenai bagaimana proses pemblajaran yang telah dilakukan ; apakah sudah baik
ataukah masih banyak kekurangan. Dengan demikian, pelaksanaan
pembelajaran akan semakin bermutu.
c)
Memberikan feedback (umpan balik)
Adanya umpan balik berfungsi sebagai sarana
untuk membantu memelihara minat dan antusiasme siswa dalam melaksanakan
pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan melalui evaluasi. Bagi guru, bentuk umpan
balik dpat dimodifikasi sedemikian rupa secara kreatif sesuai dengan kondisi
kelas yang diajarkannya.
d) Melakukan komunikasi pengetahuan
Maksudnya, bagaimana guru melakukan transfer ataas
pengetahuan yang dimiliki kepada siswanya, dan melakukan komunikasi dengan
baik. Pada tingkat yang minimal, guru seharusnya menguasai secara utuh terhadap
mata pelajaran yang diasuhnya. Guru tidak memiliki pengetahuan yang memadai
terhadap mata pelajaran yang diajarkan, akan kehilangan kewibaan dimata para
siswanya.
e)
Guru sebagai model dalam bvidang study yang diajarkannya
Artinya, guru merupakan suri teladan, contoh nyata,
atau model yang dikehendaki oleh mata pelajaran yang diajarkannya tersebut.
2)
Peranan guru dalam proses pembelajaran
Ada beberapa peranan guru dalam proses pembelajaran.
a)
Guru sebagai demonstrator.
Dengan
peranannya sebagai demonstrator atau pengajar, guru hendaknya senantiasa
menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya. Dengan terus belajar, diharapkan
akan tercipta siswa yang unggul. Menurut The Liang Gie, karakteristik siswa
yang unggul ada tiga, yaitu gairah belajar yang mantap, semangat maju yang
menyala dalam menuntut ilmu dan kerajinanmengusahakan studi sepanjang waktu (
The Liang Gie, 2002 ).
b)
Guru sebagai pengelola kelas
Tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas
untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil belajar
yang baik.
c)
Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat
komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Sebagai
mediator, guru menjadi perantara hubungan antar manusia. Dalam konteks
kepentingan ini, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang
bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi.
d) Guru sebagai
evaluator
Fungsi ini dimaksudkan agar guru mengetahui apakah tujuan yang telah
dirumuskan telah tercapai atau belum, dan apakah materi yang sudah diajarkan
sudah cukup tepat. Dengan melakukan penilaian guru akan dapat mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran serta
keefektifan metode mengajar.
C. Kriteria guru dalam mengoptimalkan
perkembangan peserta didik
1) Mengetahui gaya belajar peserta didik
Siswa sangat beragam dalam hal gaya pembelajaran,yaitu
pendekatan pembelajaran yang paling baik bagi mereka. Perbedaan ini juga
kecenderungan gaya pembelajaran atau gaya kognitif. National task Force on
Learning Style and Brain Behavior menyatakan bahwa “ pola yang
konsisten tentang perilaku dan kinerja yang digunakan individu untuk
melakukan pendekatan terhadapa pengalaman pendidikan. Ini adalah gabungan dari
perilaku kognitif, afektif dan psikologis karakteristik yang berfungsi sebagai
indicator yang relatif tentang cara seorang pembelajar menerima,
berinteraksi, dan merespon lingkungan pembelajaran. “ ( dikutip dalam bennet,
1990, h.94 )
Beberapa orang lebih cepat memepelajari hal-hal yang didengarnya, orang
lain lebih cepat belajar ketika mereka melihat materi tertulis. bebrapa
membutuhksn banyak struktur; ada pula yang paling baik ketika mandiri dan
mengikuti keinginan sendiri. Beberapa membutuhkan kesunyian untuk dapat
berkonsentrasi; lainnya belajar dengan baik dalam lingkungan yang aktif dan
ramai. Pengetahuan tentang gaya belajar siswa membantu membuat
pengajaran individual dan memotivasi siswa.
2) Mampu Membangun Iklim Pembelajaran
yang Inspiratif
Dalam usaha untuk menciptakan iklim pembelajaran yang inspiratif, aspek
paling utama yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana guru
mampu untuk menarik dan mendorong minat siswa untuk senang dan menyukai
pelajaran. Rasa senang terhadap pelajaran akan menjadi modal penting dalam
diri siswa untuk menekuni dan menggeluti pelajaran secara lebih optimal. Siswa
akan bergairah dan senantiasa penuh semangat dalam belajar.Salah ssatu usaha penting
yang dapat dilakukan untuk membangkitkan semangat belajar adalah mendesain
pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan.
3) Mampu membangun kelas yang peduli
Kelas yang peduli akan menciptakan iklim kelas yang
positif yang membuat dinamika kelas yang kompleks sehingga Guru dan siswa
menjadi kelompok yang terpadu, produktif dan saling mendukung. Dalam upaya
untuk mengembvangkan kemampuan ini, ingatlah semangat yang tulus
akan kepedulian adalah inti dari pembelajaran yang efektif. “ pedagogi yang
peduli dapat menciptakan atau mengembalikan kepercayaan diri yang
dibutuhkan untuk ikut sertadalam kesempatan belajar yang positif
dalam kelas. Pedagogi tersebut juga dapat membantu membentuk landasan moral
warga yang bertanggung jawab, keanggotaan & kepemimpinan komunitas yang
produktif, serta keterlibatan seumur hidup dalam pembelajaran “ ( paul &
Colluci, 2000, h. 45 )
Cara membangun kelas yang peduli adalah seorang guru dapat
mendemonstrasikan kepedulian melalui upaya untuk membantu seluruh siswa belajar
sampai potensi sepenuhnya. Guru dapat belajar sebanyak mungkin dari kemampuan
siswa dan hal-hal yang dapat memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik.
“ Guru yang efektif mengetahui seluruh siswanya dengan baik “ ( Harris
Interactive, 2001. ). Selain itu guru juga dpat membuat kelas menjadi tempat
yang hangat untuk para peserta didik, orang tua / wali siswa.
4) Memiliki orientasi jauh lebih luas
Guru yang memiliki orientasi jauh lebih luas adalah
guru yang inspiratif. Guru inspiratif tidak hanya terpaku pada kurikulum,
tetapi juga memiliki orientasi yang jauh lebih luas dalam mengembangkan potensi
dan potensi para peserta didik. Dunia memerlukan keduanya, seperti kita
memadukan validitas internal ( dijaga oleh kurikulum ) dan validitas eksternal
( yang dikuasai oleh guru inspiratif ) dalam penjelajahan ilmu pengetahuan.
Guru yang inspiratif tidak hanya menekankan validitas internal yang
bertumpu pada kurikulum, tetapi juga bagaimana konstektualisasinya dalam
validitas eksternal yang berupa beraneka sikap dan pandangan serta jiwa yang
kukuh dalam memandang dan menghadapi setiap persoalan dan kehidupan yang
kompleks. Guru yang inspiratif adalah guru yang mampu melahirkan
peserta didik yang tangguh dan siap mengahdapi aneka tantangan dan perubahan
yang hebat sekalipun.
D. Komponen kinerja profesional
guru dalam perkembangan peserta didik
1)
Gaya mengajar
Menurut Donald Medley gaya mengajar guru merujuk pada
kemampuan guru untuk menciptakan iklim kelas. Sementara ahli lain menggambarkan
gaya mengajar itu sebagai (1) aspek ekspresif mengajar, yang menyangkut
karakteristik hubungan emosional antara guru-siswa, seperti hangat atau dingin;
dan (2) aspek instrumental mengajar, yang menyangkut bagaimana guru memberikan
tugas- tugas, mengelola belajar, dan merancang aturan-aturan kelas ( Ornstein,
1990)
2)
Kemampuan berinteraksi dengan siswa
Kemampuan guru berinteraksi dengan siswa dimanifestasikan melalui :
-
Komunikasi Verbal
Dalam study klasik, interaksi antara guru, antara guru dan siswa dianalasis
melalui perilaku bahasa ( linguistic behavior ) guru dan siswa di dalam kelas.
Kegiatan di dalam kelas pada umumnya didominasi oleh interaksi ( verbal )
antara guru dan siswa. Atentang komunikasrno Bellack , dalam
penelitiannya tentang komunikasi dalam mengajar di kelas, mengklasifikasikan
perilaku verbal ( verbal behaviors ) dasar, yang dinamai juga dengan “moves” ke
dalam empat jenis, yaitu sebagai berikut :
a)
Structuring moves yang terkait dengan interaksi permulaan antara guru dan
siswa, seperti mengenalkan tentang topic dari materi pelajaran yang akan
dibahas atau didiskusikan.
b)
Soliciting moves yang dirancang untuk merangsang respons verbal
atau fisik. Seperti guru mengajukan pertanyaan tentang suatu topic tertentu
dalam rangka mendorong siswa untuk meresponnya.
c)
Responding moves yang terjadi setelah soliciting moves.
d) Reacting moves yang berfungsi untuk
memodifikasi, mengklasifikasi atau menilai ketiga “ moves “ atau
tingkah laku di atas.
-
Komunikasi Non – Verbal
Menurut Miles Patterson, komunikasi atau
perilaku nonverbal di dalam kelas terkait dengan lima fungsi guru yaitu (1)
providing information, atau mengelaborasi pernyataan verbal (2) regulating
interactions, seperti menuunjuk seseorang (3) expressing intimacy or liking,
seperti member senyuman atau menepuk bahu siswa (4) exercising social control,
memperkuat aturan kelas dengan mendekati atau mengambil jarak (5) facilitating
goals, menampilkan suatu ketrampilan yang memerlukan aktivitas motorik atau
gesture
Galloway mengemukakan bahwa komunikasi
nonverbal guru dipandang sebagai perilaku yang mendorong atau membatasi siswa.
Ekspresi muka, gesture, dan gerakan badab guru memberikan penaruh kepada
partisipasi dan penampilan siswa di kelas.
E. Peran sekolah dalam perkembangan peserta
didik
Peran sekolah dalam mengembangkan perserta didik yang
berakarakter dan berdaya saing sangat berpanguruh dalam faktor
fisiologi/lingkungan, dimana suatu sekolah harus menciptakan suasana
pembelajaran yang efektif dan komukatif, agar dapat terciptanya peserta didik
yang berkarakter positif, dikarenakan lingkungan sekolah yang negatif bisa
sangat berpengaruh dalam perkembangan psikologis siswa yang akan berdampak
buruk terhadap pendidikan. Oleh karena itu, peranan sekolah sangat penting
yaitu dari tata tertib sekolah misi visi sekolah harus bisa di tanamkan pada
setiap peserta didik. Sekolah harus memfasilitasi perubahan secara
menyeluruh, prinsip pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai
selesai dari suatu satuan pendidikan, semua mata pelajaran mengandung makna
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, kemudian proses pendidikan yang
dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Sebagai indikator sekolah berkarakter
diantaranya sekolah selalu nampakdalam keadaan bersih dan
nyaman, tersedia toilet yang selalu bersih dan tersedia air dan fasilitasnya,
bak sampah tersedia di tempat-tempat yangg semestinya, taman di halaman
terpelihara dan menimbulkan rasa sejuk. Adanya disiplin, dimana tenaga
kependidikan dan peserta didik datang tepat waktu dan pembelajaran berlangsung
dengan baik, adanya aturan yang sudah disetujui oleh warga sekolah harus
dilaksakan dengan baik. Adanya suasana yang santun guru dan tenaga
kependidikan serta peserta didik saling memberi salam jika bertemu, adanya
masyarakat sekolah yang berpakaian rapi dan sopan
(Balitbangdiknas). Perubahan pembelajaran harus terjadi di seluruh
sekolah sehingga terjadi budaya sekolah. Kepala Sekolah merupakah tokoh sentral
perubahan tsb. Jika hanya satu atau dua guru saja dari sekolah tersebut yang
diberi pelatihan/sosialisasi maka perubahan sulit terjadi. Perubahan dilakukan
dengan melaksanakan penguatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam
pelaksanaan KTSP masing-masing sekolah
2.2. Peran masyarakat dalam perkembangan peserta
didik
Masyarakat
tempat anak-anak hidup dan bergaul dengan orang lain baik itu anak-anak atau
orang dewasa lainnya juga merupakan lingungan perkembangan yang memiliki peran
dan pengaruh tertentu dalam pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Di
masyarakat mereka bergaul, melihat orang-orang berperilaku, menyaksikan
berbagai peristiwa, dan di sana pula mereka menemukan sejumlah aturan dan
tuntutan yang seharusnya dipenuhi oleh yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman
interaksi anak pada masyarakat ini akan memberi kontribusi tersendiri dalam
pembentukan perilaku dan perkembangan anak.
Bila dihubungkan dengan
lingkungan rumah dan sekolah, lingkungan masyarakat itu bisa mendukung apa yang
dikembangkan di rumah dan di sekolah, tetapi bisa pula sebaliknya. Sebagai
contoh, lingkungan masyarakat pesantren yang pada masyarakat itu dijungjung
tinggi nilai-nilai agama merupakan suatu lahan yang subur bagi keluarga dan
anak untuk membina kehidupan berperilaku agama, lingkungan masyarakat akademik
merupakan lahan yang subur untuk menumbuhkan minat akademik anak, begitu pula
lingkungan masyarakat bisnis merupakan lingkungan yang subur untuk menumbuhkan
minat bisnis anak-anak. Dengan demikian, jika rumah dan sekolah mengembangkan
suatu budaya atau nilai tertentu yang relevan dengan apa yang berkembang di
masyarakat, maka kecenderungan pengaruhnya akan saling mendukung sehingga
peluang pencapaiannya akan sangat besar
Namun tidak selamanya
budaya-budaya baik yang dikembangkan di rumah dan di sekolah itu sejalan dengan
apa yang terjadi di masyarakat. Sementara di rumah dan di sekolah tidak pernah
di ajarkan untuk mencuri, untuk berkelahi, menghianati orang lain, dan sebagainya
akan tetapi semua hal itu di masyarakat terjadi. Kondisi demikian tentunya akan menimbulkan
sejumlah pertanyaan, sikap kritis, dan bahkan mungkin kebingungan pada diri
anak. Di sinilah perlunya ikatan psikologis yang kuat antara keluarga dengan
anak sehingga keluarga tetap dipercaya sebagai tempat yang baik untuk
membicarakan dan memahami berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Berbeda dengan kasus keluarga dan sekolah, di lingkungan masyarakat susah
menentukan siapa yang sebenarnya paling bertanggung jawab. Di rumah, orangtua
bisa didudukkan sebagai orang yang paling bertanggung jawab, di sekolah guru
juga bisa diposisikan sebagai orang yang paling bertanggung jawab, tapi di
masyarakat tidak ada yang bertanggung jawab. Sekalipun di masyarakat ada tokoh
masyarakat, tokoh agama, penguasa, dll namun posisi mereka sangat berbeda
dengan orangtua di rumah dan guru di sekolah. Karena itu pada akhirnya tanggung
jawab itu akan kembali kepada masing-masing keluarga juga. Masyarakat adalah
gabungan dari keluarga-keluarga dan individu-individu yang hidup di sana.
Baik-tidaknya suatu masyarakat akan tergantung kepada keluarga-keluarga yang
membangun masyarakat yang bersangkutan.
Dengan pemikiran
seperti itu, akhirnya keluarga atau orang tua jugalah yang diharapkan dapat
membantu anak sehingga mereka bisa memahami persoalan-persoalan masyarakat yang
terjadi dan mampu menyesuaikan diri secara positif. Di sini orang tua perlu
menjaga keakraban hubungan dengan anak, di samping menyampaikan
pemahaman-pemahaman yang tepat tentang berbagai fenomena kehidupan yang dialami
dan disaksikan oleh anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak yang bersangkutan
Dalam situasi sekolah,
gen-gen mungkin dapat dilihat sebagai bagian dari dunia nyata anak-anak. Meskipun demikian, bagi seseorang yang bekerja
secara dekat dengan anak-anak dan remaja, kekuatan dan kelemahan dari pengaruh
genetik ini adalah penting untuk dipahami. Seorang guru misalnya, perlu
memahami sifat-sifat dan perbedaan-perbedaan individual. Di samping itu, pemahaman
tentang dampak faktor-faktor lingkungan terhadap perkembangan anak, akan
memberi pendidik suatu pertimbangan yang optimistis tentang potensi-potensi
yang penting ditumbuhkembangkan dalam diri semua peserta didik. McDevitt dan
Ormrod (2002) merekomendasikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan guru
dalam menyikapi pengaruh lingkungan bagi perkembangan anak, di antaranya:
1.
Memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan individual anak. Guru yang
menghargai berbagai karakteristik fisik, tipe-tipe kepribadian dan bakat-bakat
mereka, dapat membuat peserta didik menjadi senang. Anak-anak yang tinggi dan
pendek, gemuk dan kurus, yang serasi dan kikuk, yang sedih dan ceria, yang
kalem dan pemarah, semuanya harus mendapat tempat yang benar dalam hati guru.
2.
Menyadari bahwa sebenarnya faktor lingkungan masyarakat mempengaruhi setiap
aspek perkembangan. Gen-gen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan
fisiologis dan pengaruh yang sedang terhadap karakteristik psikologis yang
kompleks. Meskipun demikian, perkembangan dan belajar harus dipandang sebagai
suatu hasil pertumbuhan biasa dari aspek biologis yang sangat berpengaruh
terhadap anak. Faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi anak melalui banyak
cara, seperti melalui layanan pengajaran dan bimbingan. Anak-anak yang secara
genetik memilki kecenderungan untuk menjadi seorang yang mudah marah atau
agresif, dapat dilatih dan dibimbing menjadi seorang yang lebih adaptif dan
memperlihatkan tingkah laku prososial.
3.
Mendorong siswa menentukan pilihan-pilihan sendiri untuk meningkatkan
pertumbuhan. Misalnya, untuk tumbuh menjadi lebih dewasa, anak-anak harus aktif
mencari lingkungan-lingkungan dan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan
kemampuan naturalnya, dan guru mengambil posisi kunci untuk menolong mereka menemukan
aktivitas dan sumber-sumber yang memungkinkan mereka menggunakan dan
mengembangkan bakat-bakat mereka.
2.3. Peran sosial dan budaya dalam perkembangan
peserta didik
Seperti Piaget, ahli perkembangan Rusia,
Lev Vygotsky (1896-1934) juga percaya bahwaanak secara aktif menciptakan
pengetahuan mereka sendiri. Meskipun demikian, Vygotskymemberikan peran yang
lebih penting pada interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan
kognitif lebih dari yang dilakukan Piaget.
Teori Vvygotsky adalah teori kognitif yangmengutamakan bagaiaman interaksi
sosial dan budaya menuntun perkmbangan kognitif .
Vygotsky melukiskan perkembangan sebagai sesuatu yang
tidak terpisahkan dariaktivitas sosial dan budaya. Ia berpendapat bahwa
perkembangan memori, atensi dan penalaran, mencakup kegiatan belajar untuk menggunakan temuan-temuan
dari masyrakat, seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori. Dalam
suatu budaya, hal ini dapatmeliputi kegiatan belajar berhitung dengan bantuan
komputer. Di hari lainnya, individu jugadapat belajar berhitung dengan
menggunakan tangannya atau manik-manik.
Teori Vygotsky telah cukup banyak
merangsang minat terhadap pandangan yangmenyatakan bahwa pengetahuan itu kolaboratif. Dalam pandangan ini, pengetahuan tidakdisimpulan dari dalam
individu namun dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan berbagai
objek di dalam budaya tersebut, seperti buku-buku. Hal ini
mengimplimasikan bahwa pengetahuan paling baik dikembangkan melalui interaksi
dengan orang lain dalam aktivitaskooperatif. Secara khusus, ia
berpendapat bahwa interkasi anak-anak dengan orang dewasadan kawan-kawan sebaya
yang lebih terampil tidak dapat dipisahkan untuk meningkatkan perkembangan
kognitif mereka. Melalui interaksi ini, anggota yang kurang terampil dari
suatu budaya belajar untuk menggunakan perangkat yng dapat membantu mereka
untuk beradaptasi dan berhasil.
Pendidikan
secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai sosial dan budaya. Dalam
menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mantransfernya yang
paling efektif dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya
karena saling melengkapi dan mendukung antara satru sama lainnya.
Tujuan
pendidikan pun adalah melestarikan dan selalu meningkatkan kebudayaan itu
sendiri, dengan adanya pendidikanlah kita bisa mentransfer kebudayaan itu
sendiri dari generasi ke generasi selanjutnya.
Dan
juga kita sebagai masyarakat mencita-citakan terwujudnya masyarakat dan
kebudayaan yang lebih baik ke depannya, maka sudah dengan sendirinya pendidikan
kitapun harus lebih baik lagi.
2.4. Model kepemimpinan yang tepat untuk
perkembangan peserta didik
Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas untuk mempengaruhi serta
menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan (George Terry). Drs.
Ngalim Purwanto berpendapat bahwa Kepemimpinan adalah tindakan/perbuatan di
antara perseorangan dan kelompok yang menyebabkan baik orang seorang maupun
kelompok maju ke arah tujuan-tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah kemampuan seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan
kemampuan untuk membimbing beberapa orang untuk mengkordinasikan dan
mengarahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk dapat menggerakkan
beberapa orang pelaksana, seorang pemimpin harus memiliki kelebihan
dibandingkan orang yang dipimpinnya misalnya kelebihan dalam menggunakan
pikirannya, rohaniah, dan badaniah. Agar dapat menggunakan kelebihanya
tersebut, seorang pemimpin suatu organisasi difasilitasi dengan apa yang
disebut dengan tugas dan wewenang.
Sifat kepemimpinan yang tepat untuk peserta didik ialah pemimpin yang
memberi contoh yang baik dan tindakan nyata bukan hanya bisa berbicara saja
akan tetapi tidak bisa bertindak. Jika dalam keluarga pemimpin itu adalah ayah
dan di sekolah pemimpin itu adalah guru. Jadi sebagai seorang pemimpin harus
memberikan contoh yang baik untuk perkembangan peserta didik agar menjadi lebih
baik.
2.5. Pola asuh orang tua untuk perkembangan
peserta didik
Secara
terminologi pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang ditempuh oleh orang
tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak
(Chabib Toha)
Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan terutama dalam
kehidupan anak, karena dari merekalah anak mendapat pendidikan untuk pertama
kalinya, serta menjadi dasar perkembangan anak dan kehidupan anak di kemudian
hari. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan
pendidikan anak. Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam
keluarga.
Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan
sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan
anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas, dan berakhlak. Akan tetapi banyak
orang tua yang tak menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tak
diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tak disayang oleh
orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengengaruhi sikap,
perasaan, cara berpikir, bahkan kecerdasan mereka.
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak
dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat
dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif. Orang tua memiliki cara dan
pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut
tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh
orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua, dan anak
dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam
kegiatan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan,
disiplin, hadiah, dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya.
Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru
oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak akan diresapi
kemudian menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.
Keluarga adalah kelompok sosial pertama dan utama bagi kehidupan
anak, anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok keluarga daripada
dengan kelompok sosial lainnya. Anggota keluarga merupakan orang yang paling
berarti dalam kehidupan anak selama proses pembentukan kepribadian anak, dan
pengaruh keluarga jauh lebih luas dibandingkan pengaruh lainnya, bahkan sekolah
pun. Beberapa besar pengaruh keluarga pada perkembangan kepribadian anak yang
berdapak sebagai berikut:
1. Bila dia hidup dalam permusuhan, dia
belajar berkelahi.
2. Bila dia hidup dalam ketakutan, dia
belajar menjadi penakut.
3. Bila dia hidup dikasihani, da belajar
mengasihani dirinya.
4. Bila dia hidup dalam toleransi, dia
belajar bersabar.
5. Bila dia hidup diejek, dia belajar
menjadi malu.
1.
Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua
a)
Pola Asuh Permissif
Definisi pola asuh permissif menurut
beberapa ahli yaitu :
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua
yang menerapkan pola asuh permissif memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:
orang tua cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak tanpa ada batasan dan
aturan dari orang tua, tidak adanya hadiah ataupun pujian meski anak
berperilaku sosial baik, tidak adanya hukuman meski anak melanggar peraturan.
Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa orang tua
yang menerapkan pola asuhü permissif memberikan kekuasaan penuh pada anak,
tanpa dituntut kewajiban dan tanggung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku
anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi
dengan anak. Dalam pola asuh ini, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak
terarah, dan mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan
yang ada di lingkungannya.
Indikator pola asuh Permissif sebagai
berikut:
-
Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang
tua
-
Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial
baik
-
Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar peraturan
-
Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak sehari-hari
-
Orang tua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.
b)
Pola Asuh Otoriter
Definisi pola asuh otoriter menurut
beberapa ahli yaitu :
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua
yang mendidik anak denganü menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan
ciri-ciri sebagai berikut: orang tua menerapkan peraturan yang ketat, tidak
adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat, anak harus mematuhi segala
peraturan yang dibuat oleh orang tua, berorientasi pada hukuman (fisik maupun
verbal), dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.
Menurut Gunarsa (2000), pola asuh otoriter
yaitu pola asuh di manaü orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak
harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak
tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Pola asuh otoriter ini dapat
menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktivitasnya
menjadi kurang, sehingga anak menjadi tidak percaya diri pada kemampuannya.
Indikator pola asuh Otoriter sebagai
berikut:
-
Orang tua menerapkan peraturan yang ketat.
-
Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
-
Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak.
-
Berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal).
-
Orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian
c)
Pola Asuh Demokratis
Definisi pola asuh demokratis menurut
beberapa ahli yaitu :
Hurlock (2006) mengemukakan bahwa orang tua
yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan
anak untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman
dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun
hadiah kepada perilaku yang benar.
Gunarsa (2000) mengemukakan bahwa dalam
menanamkan disiplin kepada anak, orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis
memperlihatkan dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan
yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara
rasional dan objektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola
asuh ini, anak tumbuh rasa tanggung jawab, mampu bertindak sesuai dengan norma
yang ada.
Diakui dalam prakteknya di masyarakat,
tidak digunakan pola asuh yang tunggal, dalam kenyataan ketiga pola asuh
tersebut digunakan secara bersamaan di dalam mendidik, membimbing, dan
mengarahkan anaknya, adakalanya orang tua menerapkan pola asuh otoriter,
demokratis dan permissif. Dengan demikian, secara tidak langsung tidak ada
jenis pola asuh yang murni diterapkan dalam keluarga, tetapi orang tua
cenderung menggunakan ketiga pola asuh tersebut.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh Dariyo dalam Anisa (2005), bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua
cenderung mengarah pada pola asuh situasional, di mana orang tua tidak menerapkan
salah satu jenis pola asuh tertentu, tetapi memungkinkan orang tua menerapkan
pola asuh secara fleksibel, luwes, dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
berlangsung saat itu.
Indikator pola asuh Otoriter sebagai
berikut:
-
Adanya kesempatan bagi anak untuk berpedapat.
-
Hukuman diberikan akibat perilaku salah.
-
Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar.
-
Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak kepada anak.
-
Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak
sesuai.
-
Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.
d) tipe Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan
waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak
digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala
biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah
perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang
depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada
anak-anaknya.
2.
Pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah keatas dan
menengah kebawah terhadap pembentukan kepribadian anak
Pengasuhan anak dilakukan oleh orang tua
dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan
sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk perilaku social
pada anak. Pola asuh yang diberikan orang tua pada anak berbeda-beda hal ini
sangat dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor internal dan eksternal. Yang
termasuk factor internal, misalnya latar belakang keluarga orang tuanya, usia
orang tua dan anak, pendidikan dan wawasan orang tua, jenis kelamin orng tua
dana anak, karakter anak dan konsep peranan orang tua dalam keluarga. Sedangkan
yang termasuk factor eksternal, misalnya adalah tradisi yang berlaku dalam
lingkungannya, sosial ekonomi dalam lingkungannya, dan semua hal yang berasal
dari luar lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi pola asuh keuarganya.
Permasalahan ekonomi di Indonesia memang
sangat memprihatinkan, begitu pula dengan permasalahan ekonomi dalam keluarga
yang merupakan masalah yang paling sering dihadapi. Tanpa disadari permasalahan
ekonomi dalam keluarga sangat mempengaruhi atau akan berdampak pada pola asuh
orang tua yang diberikan pada anak. Orang tua terkadang melampiaskan kekesalan
yang dihadapi pada anaknya, padahal untuk anak yang usia prasekolah atau masih
usia balita masih belum mengerti tentang masalah perekonomian dalam keluarga
yang hanya akan memperburuk keadaan psikologi anak dan anak hanya menjadi
korban dari orang taunya.
Pola asuh orang tua yang perekonomiannya
menengah ke atas dengan orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah ke
bawahakan akan berbeda dalam perwujudannya, orang tua yang tingkat ekonominya
menengah ke atas dalam pengasuhannya biasanya orang tua akan memanjakan anaknya
apapun yang diingkan olehnya akan dipenuhi oleh orang tuanya. Dengan tingkat
perekonomian menengah ke atas segala kebutuhan dan keinginan anaknya selalu
terpenuhi dan orang tua selalu memberikan fasilitas yang berlebih pada anaknya
yang terkadang tidak melihat dari dasar perkembangan anaknya. Pola asuh ynag
diberikan oleh orang tua terhadap anaknya hanya sebatas dengan materi yang
dimiliki orang tua, perhatian dan kasih sayang dari orang tua terkadang
terlupakan akibat orang tua hanya sibuk dengan urusan materinya dan dalam
perwujudan pola asuhnya hanya diwujudkan dalam materi atau pemenuhan kebutuhan
anaknya.
Anak yang terbiasa dari kecil dididik oleh
orang tuanya dengan pola asuh yang demikian, akan berdampak buruk pada
pembentukan kepribadian anak. Kepribadian anak akan menjadi manja, serba
menilai sesuatu dengan materi, dan tidak menutup kemungkinan anak akan menjadi
sombong dengan kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya serta kurang
menghormati dan menghargai orang yang ekonominya lebih rendah darinya.
Sedangkan pola asuh orang tua yang tingkat
ekonominya menengah kebawah, dalam pengasuhannya memang sangat terbatas dengan
tingkat ekonomi yang kurang. Biasaya dalam pola pengasuhannya tidak memenuhi
kebutuhan anak yang bersifat materi tetapi lebih menekankan pada kasih sayang
dan perhatian serta bimbingan untuk membentuk kepribadian yang baik bagi
anaknya.
Pemenuhan kebutuhan pun hanya bersifat yang
sangat penting bagi anaknya yang akan dipenuhinya, oleh karena itu anak yang
hidup dalam perekonomian menengah ke bawah akan terbiasa hidup dengan segala
kekurangan yang dialami dalam keluarganya sehingga akan terbentuk kepribadian
yang mandiri, tidak manja, mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya,
dan akan lebih menghormati dan menghargai orang lain.
Tetapi dalam kenyataannya terdapat juga
anak yang tingkat ekonomi keluarganya menengah ke atas berprilaku baik
dan menghargai serta menghormati orang lain juga suka membantu teman-temannya
yang tingkat ekonomi orang tuanya menengah ke bawah. Dan terdapat pula anak
yang tingkat ekonominya menengah ke bawah terkadang minder atau malu dengan
keadaan ekonomi orang tuanya, sehingga menyebabkan kepribadian anak yang kurang
menghormati orang tuanya dan suka berprilaku kurang sopan pada orang tuanya.
Oleh karena itu peran orang tua dalam
penerapan pola asuh pada anaknya sangat penting dan harus menyeimbangkan
dengan pendidikan agama pada anak sedari dini mungkin supaya membentuk
kepribadian anak yang yang baik dan membanggakan orang tuanya serta selalu
mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang pencipta.
3.
Dampak yang ditimbulkan dari pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat
ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah terhadap pembentukan kepribadian
anak
Dampak yang ditimbulkan dari pola asuh
orang tua yang salah akan membentuk kepribadian anak yang salah pula, begitu
pula sebaliknya apabila pola asuh orang tua benar maka pembentukan kepribadian
abakpun akan benar. Tangguh tidaknya
kepribadian seorang anak bergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang
tuanya.
Sebagaimana pola asuh yang diterapkan oleh
keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke atas, biasanya dikenal dengan pola
asuh permisif yaitu orang tua cenderung menggantungkan diri pada penalaran dan
manipulasi, tidak menggunakan kekeuasaan terbuka, sehingga anak lebih bebas
melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Orang tua dianggap berkuasa dan tidak
membimbing anak untuk patuh pada semua perintah orang tuanya. Kebebasan yang
berlebihan seperti ini tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang dapat
menyebabkan anak menjadi imfulsif dan agresif.
Sedangkan pada pola asuh orang tua dengan
tingkat ekonomi menengah ke bawah menerapkan pola asuh yang dikenal sebagai
model demokratis, ditandai dengan dukungan emosional yang tinggi, komunikasi
yang terbuka, standar yang tinggi, dan jaminan kemandirian sehubungan dengan
kompetensi anak. Anak yang diasuh dengan menggunakan model pola asuh demokratis
dapat memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya, dan dapat mengembangkan
keterampilannya.
Bermacam-macam pola asuh yang diterapkan
oleh orang tua ini sangat mempengaruhi bagaimana anak melakukan penyesuaian
diri dengan lingkungannya sosialnya, seperti pengaruh-pengaruh dari pola asuh
seperti ini :
Pola asuh demokratis akan menghasilkan
karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan
baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal
baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain.
Pola asuh otoriter akan menghasilkan
karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
Pola asuh permisif akan menghasilkan
karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang
mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara
sosial.
Pola asuh penelantar akan menghasilkan
karakteristik anak-anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung
jawab, tidak mau mengalah, Self Esteem (harga diri) yang rendah, sering bolos,
dan bermasalah dengan teman.
Agar dampak yang ditimbulkan dari pola asuh
orang tua yang salah tidak terjadi, maka sebaiknya orang tua menerapkan pola
asuhnya disertai dengan beberapa hal sebagai berikut :
-
Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini.
Pola asuh keluarga berbasis agama yang dinilai sebagai pendidikan paling baik
saat ini.
-
Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi
teladan yang baik. Jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua
pun harus menjauhi segala hal yang negatif.
-
Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat
penting, hal ini agar terjadi saling pengertian dan tidak menimbulkan salah paham.
-
Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu
dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan
atau kebutuhana anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani.
-
Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi
jera. Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau
kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil, bisa salah
paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik.
Hukuman orang tua pada anak adalah bentuk kasih sayang, jadi sebagai orang tua
harus pintar-pintar memberikan hukuman yang cocok bagi anak.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Peran utama seorang guru
adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang
dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Guru mempunyai peran yang sangat
penting dalam proses pembelajaran, bagaimana pun hebatnya teknologi, peran guru
akan tetap diperlukan. Teknologi yang konon bisa memudahkan manusia mencari,
mendapatkan informasi, dan pengetahuan, tidak mungkin dapat mengganti peran
seorang guru. Ada beberapa peran guru dalam proses pembelajaran, antara
lain guru sebagai demonstrator, pengelola kelas,
fasilitator, evaluator dan motivator.
Kepemimpinan adalah kemampuan seni mempengaruhi tingkah laku manusia dan
kemampuan untuk membimbing beberapa orang untuk mengkordinasikan dan
mengarahkan dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk dapat menggerakkan
beberapa orang pelaksana, seorang pemimpin harus memiliki kelebihan
dibandingkan orang yang dipimpinnya misalnya kelebihan dalam menggunakan
pikirannya, rohaniah, dan badaniah. Agar dapat menggunakan kelebihanya
tersebut, seorang pemimpin suatu organisasi difasilitasi dengan apa yang disebut
dengan tugas dan wewenang.
Pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak
sangatlah penting ada beberapa pengaruh pola asuh dan latar belakang orang tua
dalam perkembangan anak yakni Pengaruh pola
asuh orang tua yang berkerja dan tidak berkerja, Pengaruh pola asuh orang tua
yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah, Pengaruh pola asuh orang
tua dengan tingkat ekonomi menengah keatas dan menengah kebawah.
3.2.
Saran
Kepada para guru berikanlah pendidikan yang terbaik untuk peserta
didik agar perkembangan peserta didik menjadi semakin baik, dan kepada orang
tua berikanlah pola asuh yang terbaik karena keluarga merupakan dasar
pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak serta Anak lahir
dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam. 2000. Mengobati Penyakit Hati Membangun Ahlak
Mulia, alih bahasa : Muhammad Al-Baqir, Bandung : Karisma
Burhanuddin. 1994. Analisis Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan, Malang : Bumi Aksara
Desmita. 2009. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Diknas.
2006. Kurikulum 2006. Jakarta : Balitbang Diknas
Elaine
B. Jhonson, PH.D. 2007. Contextual teaching and learning, Bandung. MLC
Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung :
Rosdakarya.
Gie.
The Liang. 2002. Cara Belajar Efisien I. Yogyakarta: PUBIB.
Gunarsa, Singgih. 2000. Psikologi
Perkembangan, Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Harris L.C., Ogbonna E. 2001. Leadership Style and Market
Orientation : An Empirical Study , European Journal of Marketing , 35,5/6.
Hurlock, Elisabeth. 2006. Psikologi
Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
McDevitt, T.M dan Ormrod, J.E. 2002. Child Development and Education. New Jersey : Merril
Prentice Hall.
Ornstein, Allan C. 1990. Curriculum: Foundations, Principles and
Issues. New Jersey: Prentice-Hall.
Peter, J. Paul dan Jerry C Olson. 2000. Consumer behavior:
Perilaku Konsumen Dan Strategi Pemasaran Jilid 1. Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga.
Purwantoro,
Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Slameto. 2002. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Terry, George R. 2003. Guide
to Management. Alih Bahasa J. SmithD.F.M. Bumi aksara. Jakarta
Thoha,
Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka
pelajar offset, Cet. I, hlm. 109.
Yusuf, Syamsu. 2012. Perkembangan Peserta
Didik, Jakarta : Rajawali Press.
0 komentar:
Post a Comment